Usaha kecil digadang-gadang mam menyelamatkan bangsa ini dari krisis yang melanda dunia. Banyak analis maupun ekonom yang meyakininya. Hal ini telah terbukti secara eksplisist di lapangan dunia pedagangan. Melihat itu bisa kita buka mata kita dengan artikel PM volume 1 yang menarik ini untuk menambah wawasan tentang dunia ekonomi kecil khususnya warung-warung yang menjajakan kebutuhan pokok sehari-hari.
***
Barangkali, bisnis yang satu ini adalah yang paling banyak ditemui di sekitar Anda. Seberapa pun Anda merasakan dampak hebat dari krisis ekonomi global, pebisnis di sektor ini tetap Anda cari dagangannya. Benar. Ini tentang bisnis penyediaan barang-barang kebutuhan pokok.
Paling sederhana adalah toko kelontong. Banyak rumah atau warung yang mengoperasikan bisnis barang-barang sehari-hari. Ada sampo, pasta gigi, sabun, beras, minyak goreng curah, sandal jepit, dan sebagainya. Soal sembako, tidak ketinggalan. Pokoknya, apapun yang dibutuhkan dalam hidup keseharian, disediakan warung ini. Meskipun, ukuran tokonya cukup kecil dan tampak penuh sesak dengan dagangan.
Pengambilan untung untuk barang kelontong memang tidak mahal. Palingpaling beberapa ratus rupiah untuk
setiap itemnya. Tapi, bukan soal kecilnya keuntungan yang jadi perhatian. Karena, dagangan kelontong akan selalu dicari tiap hari. Menghitung keuntungannya diperoleh dari akumulasi penjualan. Uang akan terkumpul dari receh demi receh. Bila sudah ditambahkan dari total perolehan per hari atau per bulan, maka omset akan terlihat cukup besar.
Konsep kelontong diadaptasi pula oleh toko minimarket. Berbagai kebutuhan harian bisa pula ditemukan di toko ini. Antara kelontong dan minimarket memang menjual aneka kebutuhan harian. Tapi, masingmasing
memiliki perbedaan pangsa pasar.
Jenis barang di minimarket seringkali dijual sedikit lebih mahal dari kelontong. Wajar saja, karena beban operasionalnya pun lebih tinggi dari membuka warung kelontong. Keunggulannya, konsumen bisa memilih sendiri barang-barang yang diinginkannya meski kadangkala di luar daftar belanjaan. Konsumen yang dibidik pun kelasnya agak menengah. Maka, jangan heran, bila ada barang yang bisa didapatkan dengan eceran di kelontong, harus dibeli dalam kemasan paketan. Misalnya, sabun detergen ukuran satu kali cuci. Di minimarket, barang ini biasanya dijual dalam paket berisi enam sachet sekaligus.
Warung kelontong pun memiliki pasarnya sendiri. Dalam masyarakat yang padat penduduknya, warung
kelontong akan memperoleh pasar yang bagus. Untuk mencari barang-barang eceran, mereka tinggal mengunjungi tetangga yang membuka kelontong. Toh, pemenuhan kebutuhan harian tidak mesti dibeli sekaligus.
Kalau Anda tidak gengsi, pasar tradisional bisa dijajaki sebagai lahan bisnis Anda. Sekalipun transaksi per item memiliki keuntungan tidak seberapa, namun, perputaran uang di pasar tradional bisa puluhan juta per hari. Barangbarang yang dijual lebih banyak pada tujuan untuk konsumsi, seperti sayur-mayur, bumbu dapur, rempah, dan sebagainya. Tapi, banyak pula yang menjual aneka kebutuhan harian lainnya, seperti sampo, sabun, roti, dan sebagainya, yang dijual untuk eceran maupun kulakan.
Soal harga pastinya lebih miring. Sekalipun konon gempuran pasar ritel modern mulai mengeser kebiasaan
konsumen dalam berbelanja, pasar tradisional tetap saja ramai. Tetap ada pangsa loyalnya. Keunggulan bahan makanan yang dijual di pasar tradisional banyak yang masih segar. Dini hari, buah-buahan dan sayuran segar diturunkan dari truk yang membawa langsung hasil pertanian dari desa. Jadi, konsumen bisa memilih dan mendapatkan barang yang baru.
Untuk masuk ke ritel modern, saat ini banyak pengusaha yang membawahi minimarket membuka franchise. Bahkan, minimarket Alfamart dan Indomaret sampai bersaing dengan ketat. Setiap ada satu label minimarket tersebut, biasanya di tempat yang tidak begitu jauh juga berdiri kompetitornya. Dan, minimarket ini masuk ke kompleks perumahan.
Kehadiran dua minimarket di atas makin menjamur setelah keduanya membuat sistem waralaba. Dengan sistem ini, klien yang membeli waralaba tak perlu susah berpromosi dan menguatkan branding. Semua sudah ditangani pemilik waralaba. Dan, branding kedua minimarket ini cukup kuat di telinga konsumen. Alhasil, keduanya memiliki peluang yang menjanjikan.
Berbisnis untuk mencukupi kebutuhan harian masyarakat memang tidak ada matinya. Pascakonversi minyak tanah ke gas, ramai-ramai banyak orang yang melirik untuk menjadi salah satu agen atau sub agen untuk gas ukuran tiga kilogram. Untuk ukuran ini yang memang paling banyak dicari. Harganya masih dijangkau kalangan lapisan menengah bawah yang mendominasi strata masyarakat di negara Indonesia.
Pangsa utama bisnis gas ini adalah rumah tangga dan pedagang yang melakukan aktivitas memasak dalam beroperasi. Seperti pedagang bakso, mie ayam, atau yang punya kios makan. Bisa dibilang, bisnis ini menggarap konsumen yang jumlahnya ribuan. Dan, itu ada di sekeliling tempat usaha.
Yang penting, adalah mencari cara untuk menggaet pelanggan sebanyak-banyaknya dan menjaga loyalitas
mereka. Salah satu caranya adalah tidak mengambil untung banyak. Keuntungan difokuskan pada kuantitas penjualan. Semakin laku keras, makin banyak pula keuntungan yang didapat. Dan, ini bisa dibangun dengan loyalitas konsumen. Perlu diingat, pemain di lini bisnis yang sama juga banyak. Jadi, persaingan pasti tidak terelakkan.
Terkait loyalitas, maka Anda harus membuat rencana yang berfokus pada kepuasan pelanggan. Diantaranya, memberikan layanan pesan antar, terbuka dalam menerima keluhan, atau menerapkan harga tanggung. Misalnya, kompetitor Anda menjual gas tiga kilogram seharga Rp 14 ribu. Anda bisa menjualnya seharga Rp 13.800, atau di bawah itu.
Peluang bisnis di sektor kebutuhan pokok ini sangat luas. Anda tinggal mencermati kebutuhan harian apa yang dicari oleh orang di sekitar Anda. Dan, Anda pun bisa menjadi penyedia kebutuhan itu buat mereka. (Ilham/berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar