Sabtu, 30 Juli 2022

EMMY THEE, MEMBUAT PAKAIAN TANPA MENGHASILKAN KAIN SISA

Ketertarikannya akan keindahan kain lokal menjadi motivasi Emmy Thee untuk terus berkarya. Dengan brand yang memakai namanya sendiri ‘Emmy Thee’, ia menghadirkan beragam pakaian dengan konsep etnik kontemporer. Lebih dari 80 persen kain yang digunakan adalan kain wastra atau kain tradisional yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Ketika memutuskan membuat usaha pakaian untuk wanita, Emmy menyadari betapa berharganya tiap helai kain wastra. Karena proses pembuatannya sangat spesial, memadukan tangan dan hati. Maka, karena saking sayangnya, Emmy pun berusaha agar kain-kain itu tidak ada yang terbuang sama sekali. Di samping itu, Emmy juga tahu, bahwa industri fashion menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia. Oleh karenanya, Emmy menerapkan konsep zero waste pattern untuk produknya.

Dengan penempatan pola yang efektif, sampah hasil dari potongan kain pun bisa sampai ditiadakan. Dengan kata lain, Emmy memakai habis setiap bagian kain tanpa tersisa, sehingga tidak menghasilkan sampah. Walau pun kadang ada juga sisa-sisa kain, tapi tetap tidak ia buang. Perca-perca itu akan disimpannya untuk kemudian dimanfaatkan atau diaplikasikan ke produk yang lain.

Menariknya, dengan konsep seperti itu, Emmy menerapkan polanya secara langsung di atas manekin. Kain-kain itu ia susun, lipat, jepit sedemikian rupa sampai berbentuk sebuah pakaian. Dengan cara itu, Emmy sudah bisa menghasilkan rok, dress, dan outer yang berpola sama, menggunakan 4 potong kain yang ukurannya sama persis. Alhasil, produk ‘Emmy Thee’ punya cutting yang unik dan kadang terlihat aneh. Namun, dengan komitmen menghasilkan sesuatu yang berbeda, Emmy Thee berhasil tampil di  Mercedes Benz – Fashion Week Russia 2020.

Emmy ingin orang bisa langsung menyadari produknya saat memakai. Karena itu, ia banyak memakai potongan asimetris yang menjadi ciri khasnya. Bagian kanan dan kiri berbeda. Begitu juga bagian belakang, tak lazim seperti baju biasanya. Emmy juga mempadu padankan kain wastra dari berbagai daerah. Dalam satu baju, tidak hanya memakai tenun saja, tapi bisa dikombinasikan juga dengan lurik.

Berkat cutting yang eksperimental itu, ‘Emmy Thee’ berhasil berproduksi dengan nol sampah. Namun, di sisi lain, pelanggannya jadi lebih suka mencoba langsung sebelum membeli. Makanya, sebelum pandemi, Emmy mengandalkan penjualan secara offline seperti pameran, membuka butik di mal, sampai mengikuti bazar. Tapi sekarang, karena pelanggan tidak mau belanja ke luar, Emmy melakukan strategi jemput bola. Ia langsung mengirimkan koleksi terbarunya ke beberapa pelanggan setia. Bila ada yang cocok, bisa langsung mereka ambil, dan sisanya bisa dikembalikan.

Rupanya, cara tersebutlah yang bisa menyelamatkan ‘Emmy Thee’ selama pandemi corona. Tak heran, kini ‘Emmy Thee’ punya sekitar 1000 orang pelanggan setia. Lantas, kini berkat bantuan pemerintah, Emmy telah mendigitalisasi usahanya dan mencoba bangkit dengan berjualan secara online.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar