Hari ini sedikit pusing, karena kurang tidur. Semalam begadang main game sampai larut terus waktu mau tidur malah tidak bisa. Akhinya saya membaca buku “Spiritual Journey” karya Cak Nun. Ada hal yang menarik dan beberapa saya lingkari dengan pensil alis. salah satunya yaitu tentang Kesehatan Adalah Amanah Jadi Tolong Jagalah.
Amanah yang Allah beri terhadap tubuh kita tolong dijaga benar-benar. Jangan sampai kamu wiridan sampai lama hingga paru-parumu sakit. Lebih baik kita tidak wiridan atau wiridan sedikit saja. Karena, menjaga kesehatan adalah salah satu jenis wiridan juga.
Kunci menjaga kesehatan adalah niteni sekecil apapun gejala-gejala di tubuh kita. Saya akan tuliskan hasil seleksi bagian penting yang saya tandai dengan pensi alis. Empat rahasia tips sehat, tapi tolong jangan sampai rahasia ini di bocorkan kepada para koruptor dan tikus-tikus ibu kota.
Pertama, faktor utama kesehatan adalah menjalani cara hidup (pola hidup), pola makan, irama kerja-istirahat dan seterusnya yang membuat seluruh perangkat tubuh kita selalu memiliki daya tahan yang mencukupi untuk berperang melawan setiap potensi sakit dan serangan penyakit. Setiap orang bharus mengenali dirinya sendiri dalam konteks tersebut dan selalu saling bercermin satu sama lain.
Kedua, 70 persen sakit sumbernya dismanajemen hal diatas: potensi sakit dari dalam atau jasad keadaan sendiri tidak diantisipasi dengan pola hidup yang tepat, 20 persen penyakit datang dari luar. Kansnya 50:50 untuk dapat ditahan atau tidak. Yang 10 persen sakit atas perintah Allah untuk hukuman, peringatan atau ujian.
Ketiga, Pemahaman tentang sakit dari sehat terus dinamis dan berkembang. Setiap orang perlu menjadi dokter atau dukun bagi dirinya sendiri, kita harus pahami gejala-gejala yang timbul dalam tubuh kita, janagn sedikit -sedit protes sama Allah. Kalau seperti ini saya harus begini, kalau seperti kita harus pergi kesini dan seterusnya.
Keempat, Kalau kita sakit wiridan, iya tidak ada yang salah. Tapi, wirid dan zikir tidak boleh dijadikan andalan utama. Sebab, ia hanyalah salah satu alat atau senjata pertahanan subjek atau khalifah yang ditangannya terdapat berbagai konsep dan formula tentang kesehatan. Alat ini tentu saja sangat penting terutama untuk menembus perkenaan ajai Allah untuk membuat sakit atau sehat. bagi kita yang awam, ya hurus ke dokter ataupun cari pengobatan alternatif.
Pengecualian, kasus ini sering terjadi di daerah saya:
Sudah datang ke dokter tak terdiagnosa dan mencari pengobatan alternatif tak kunjung sembuh, tenyata penyebanya adalah santet. Ini selalu banyak pertentangan, oleh orang berdasi yang duduk di belakang kursi dengan segudang teori tanpa ada realisasi. Mereka tak percaya bahwa pisau dan gelati bisa masuk kedalam rongga hati seseorang. (itu santet atau curcol ya?he)
Begini saya punya cerita dan cerita ini benar adanya. Rosulullah SAW pernah di santet oleh janda Yahudi yang suaminya tewas dalam perang melawan pasukan Rosulullah SAW.
Dari cerita saya tersebut dapat kita ambil hikmahnya “jika Allah saja mengizinkan kekasih hatinya di santet orang, apalagi kita-kita ini. Raimu!!!
Kesehatan Adalah Amanah Jadi Tolong Jagalah. Karena menjaga amanah besar pahalanya.
Kalau orang sakit panas, mungkin bisa dicarikan terapi dengan acuan Nabi Ibrahim. Kalau stres, berkaca pada Nabi Ayyub. Soal-soal pencernaan, nempil sedikit ke Nabi Muhammad. Atau banyak komplikasi fisis yang sumbernya dari terpotongnya hubungan antara manusia modern dan manajemen cinta serta kesehatan model Nabi isa dan Nabi Daud.
Adapun yang paling gampang, tentu saja kalau kita terkena santet atau tenung. Lebih gampang lagi, apabila seorang pasien menginsafi bahwa dia bukanlah pasien, melainkan dokter atau dukun atas dirinya sendiri.
Di dalam segala filosofi ilmu ketabiban, kesehatan dan kesembuhan, dapat kita katakan bahwa pihak pertama adalah Allah dan pihak kedua adalah si penderita sedangkan dokter, psikiater, atas mas dukun tak lebih dari pihak ketiga, yang tidak dimiliki hampir semua orang yang pada keadaan tertentu berduyun-duyun mendaftarkan dirinya menjadi pasien yang mebuat seorang pelayan disebut dokter, pembantu disebut psikiater dan seorang buruh disebut dukun.
Makhluyang bernama kesehatan atau kesembuhan telah diklaim dan dikapling sebagai milik khusus dan hak khusus serta otoritas khusus para dokter, psikiater dan dukun. Makhluk itu menjadi komoditi dunia profesional, sementara masyarakat tak punya posisi lain kecuali sebagai konsumen dari komoditi itu.
Padahal, produsen utama dari kesehatan dan kesembuhan pada hakikatnya adalah orang yang sedang digauli oleh suatu penyakit itu sendiri. Adapun “Produsen Agung”-nya tentu saja Allah sang pemilik segala ‘arsy dan awang-uwung.
Terus terang saja itulah yang secara rutin menjadi bahan pusingnya kepala Mas Dukun. Orang memandangnya segala juru penyembuh: orang berdatangan untuk pasrah bongkokan sambil melontarkan kalimat penyekutu tuhan “Saya yakin hanya Mas Dukun yang bisa menyembuhkan saya”. Masyaallah..
Gampang sekali orang menomor satukan yang nomor dua. Gampang sekali orang menuhankan yang bukan tuhan.
Kalau problem yang dibawa seseorang itu bersifat praktis (misalnya penyakit fisik ala kadarnya atau santet atau semacam kesurupan) Mas Dukun tanpa banyak cingcong menanganinya.
Tetapi, kalau yang disodorkan kepadanya adalah efek dari penyakit-penyakit sosial, disinformasi dengan pemahaman-pemahaman hidup, Mas Dukun harus mereformasikan berbagai mismanagement tatanan nilai dalam dunia kesadaran dan kebawahsadaran orang tersebut.
Penyakit-penyekit semacam ini bukan main kompleks, luas dan ruwet. Terkadang ada orang yang memang tak sanggup lagi untuk memahami apa yang ditanggungnya. Lebih-lebih lagi merumuskan keruwetan-keruwetanya. Kebiasaan yang tinggal hanyalah menatap semacam kegelapan. Dan kegelapan itu adalah dirinya sendiri: dirinya gelap, sementara pandangannya juga buta sedemikian rupa.
Tetapi kadang kala tida sedikit anak-anak muda mendatangi Mas Dukun untuk menyodorkan sesuatu yang sesungguhnya sama sekali bukan problem. Dia berkata tentang buntu, kosong, bingung, deppressed, tetapi setelah digali bersama apa gerangan itu semua ternyata faktor-faktor itu sebenarnya tidak cukup potensial menindas mental mereka apabila saja terlatih untuk mendayagunakan akal sehat dan pengetahuan tentang pokok-pokok nilai kehidupan.
Seorang anak muda gagah ganteng, datang untuk mengungkapkan kebingungannya dan menagis, serta merasa buntu dan tak berarti, hanya karena dulu orang tuanya kaya sekarang melarat, sehingga ia tak bisa kuliah. Itu bukan problem. Itu keringkihan!
Kemarin tanggal 1 Januari 2019, setelah melakukan beberapa aktifitas yang melelahkan, sekarng gilirannya melakukan kegiatan yang membuat hati kita menjadi tenang yaitu ziarah kubur. Ziarah kubur adalah untuk mengingatkan kepada kematian. Sudah siapkah? Sudah punya bekalkah?
Sebenarnya saya tidak ingin ikut ziarah, soalnya biasa kalau harus bangun pagi-pagi agak susah, ya bukan apa-apa, orang tidurnya abis subuh, masa harus bangun jam 7, cas hp aja belum penuh. Tapi teman-teman terus menelponku hingga akhirnya aku terbangun.
Ziarah kubur yang saya lakukan kemari cuma seputaran Kabupaten Purworejo. Rute ziarah kubur; 1. Makam Alang-Alang Amba 2. Makam K.H. Ma’mun Murod (Pendiri Ponpes Nurussalaf) 3. Makam Raden Zaenudin (Solotiyang) 4. Makam Imam Puro 5. Makam Tuan Guru Loning.
Ziarah yang diadakan oleh Ikatan Remaja Masjid Al Huda ini sebenarnya sudah ketiga kalinya, namun saya baru pertama ikut. Ziarah pertama kebentur lelang pengadaan barang dan jasa di balai desa Sukogelap. Ziarah kedua, ada pelatihan membuat website di kelas ekstensi Gapura Digital Yogyakarta dan yang ketiga sebenarnya kebentur ngantuk.
Seperti pada umumnya ziarah, kita datang kemudian tahlil dan memanjatkan do’a. NB: jangan minta kepada kuburan akan tetapi mintalah kepada Allah.
Nah, sampai di Imam Puro. Namanya Mas Aan, beliau bilang kepada saya, jangan lupa berdo’a minta didekatkan jodohnya. Ada rasa yang aneh dari perkataan itu, dan menimbulkan pertanyaan. Apakah sudah waktunya?
Tapi yang jelas dari hati yang paling dalam, saya meminta demikian. Ya Allah Dekatkanlah jodoku.
Sampai di tempat terakhir yaitu makam Tuan Guru Loning saya pun berdo’a demikian. Apa yang saya lakukan seolah-olah mengiyakan perkataan beliau.
Ah entahlah, do’a minta didekatkan jodohnya saja, tiak masalah, yang masalah kalau berdo’a supaya bisa nikah lagi.
Tapi sampai sekarang pikiran terus. Apa memang sudah saatnya sepatu yang nakal ini berganti dengan sandal rumahan?
Dari kemarin sudah ngebet banget pengin menulis tentang keindahan Gunung Api Purba, tapi waktunya belum sempat. Soalnya sepulang dari Gunung Api Purba masih ada kegiatan Ngetrep di Desa Watu Duwur Kecamatan Bruno Kabupaten Purworejo bareng teman-teman dan perangkat desa (Watu Duwur), setelah selesai ngetrip disusul lagi ada acara Ziarah makam Auliya’ Kabupaten Purworejo bersama teman-teman FiralHuda (Forum Ikatan Remaja Masjid Al Huda), katanya sih, supaya kita ingat bahwa hidup hanya sementara.
Nah, baru kali ini baru ada kesempatan menulis tentang hasil ekspedisi di Gunung Api Purba bersama Bang FM. Gunung Api Purba merupakan salah satu gunung yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepatnya berada di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul.
Tak hanya menyajikan sejarah dan misteri yang menarik, Gunung Api Purba juga menawarkan pesona yang sangat indah. Tidak heran jika salah satu kawasan ini pernah dijadikan lokasi film dokumenter yang berjudul Jendral Soedirman yang di bintangi oleh Adipati Dolken.
Pertama kali kita masuk, kita akan langsung di suguhi bangunan yang bernama Pendopo Joglo Kalisongo. Setelah itu kita berjalan mendaki, kita akan melihat tiga gardu pandang.
Gunung tersusun oleh fragment material vulkanik. Pada tanggal 19 September 2015 lalu, UNESCO menetapkan Desa Nglanggeran dan Gunung Api Purba sebagai kawasan global geopart network dan pada tahun 2016 Kementran Pariwisata menunjuk Gunung Api Purba sebagai wakil Indonesia untuk mengikuti ajang UNTWO.
Untuk bisa mencapai puncak gunung di butuhkan waktu sekitar 1-1,5 jam dengan medan yang di lalui tidak begitu sulit namun tetap harus berhati-hati dan waspada, karena trek yang akan kalian lalui cukup terjal dan berbatu. Para pengelola telah menyiapkan beberapa tali dan peralatan keamanan lainya untuk memudahkan para wisawatan atau pendaki melalui medan tersebut.
Di sepanjang jalan menuju puncak kalian akan melewati lorong-lorong bebatuan yang terbilang sempit, dan di salah satu lorongnya terdapat sebuah bongkahan batu yang cukup besar tersangkut di atasnya. Keunikan dari batu ini juga menjadi salah satu daya tarik bagi pendaki.
Selama pendakian di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut, kalian akan menjumpai embung atau bendungan yang memiliki luas sekitar lima ribu meter persegi. Embung ini di fungsikan sebagai tempat penampungan air hujan. Nantinya air hujan ini akan di alirkan untuk mengairi kebun buah dan lpersawahan yang ada di sekitar kawasan gunung.
Setelah dari bendungan kalian akan menemukan area camping yang tidak jauh mengarah ke hutan kecil. Di area ini biasa di gunakan para pecinta alam untuk mendirikan tenda lalu bermalam sembari melihat jutaan bintang yang bertaburan di langit malam Gunung Api Purba Nglanggeran.
Di puncak gunung Nglanggeran juga terdapat sebuah mata air yang tidak pernah kering yang memiliki nama Sumber Air Comberan. Menurut cerita warga sekitar, mata air ini dapat membuat siapa saja awet muda dengan cara membasuhkan air ke muka. Selain Sumber Air Comberan ternyata Gunung Api Purba Nglanggeran memiliki beberapa gunung lagi di dalamnya, berikut nama-nama gunung tersebut.
1. Gunung Gedhe
Dari namanya kita sudah bisa menembak bahwa gunung ini adalah gunung terbesar di antara pegunungan yang terdapat di dalam Gunung Api Purba Nglanggeran. Di gunung ini para wisatawan atau pendaki banyak melakukan kegiatan seperti berkemah, pasalnya dari atas gunung ini kita hampir bisa melihat keseluruhan panorama alam yang begitu indah dan mempesona.
2. Gunung Blencong
Blencong adalah sebuah nama alat penerangan jaman dulu berbahan bakar minyak kelapa. Nama Blencong di sematkan pada gunung ini karena menurut warga sekitar bentuk gunung ini menyerupai Blencong yang di gunakan untuk lampu penerangan oleh Kyai Ongko Wijaya beserta Punokawan.
3. Gunung kelir
Gunung yang memilik bentuk kelir ini di yakini oleh masyarakat sebagai tempat tinggal Kyai Ongko Wijaya dan Punokawan.
4. Gunung Bongos
Gunung Bongos memiliki warna hitam pekat seperti arang. Konon dulunya gunung ini di jadikan tempat Kyai Ongko Wijoyo dan Punokawan meletakan Blencong atau lampu penerangan.
5. Gunung Buchu
Menurut cerita yang menyebar, dulunya gunung ini merupakan puncak dari Gunung Merapi yang di pindahkan oleh Punokawan. Gunung tersebut di bawa menuju Desa Kemadang Gunung Kidul dengan cara di Pikul menggunakan kayu jarak. Para pecinta alam sering menggunakan tempat ini sebagai arena panjat tebing. Bentuknya yang lancip menjadi tantangan tersendiri bagi kalian yang memliki hobi sebagai pemanjat tebing.
Selain gunung-gunung juga ada wisata lainnya yang tak kalam menarik, yaitu:
1. Tlogo Wungu
Tlogo wungu ini hanya dapat di lihat oleh orang-orang yang berhati bersih dan melakukan prihatin atau tirakat. Konon tlogo yang terletak di sebelah timur gunung nglanggeran ini merupakan tempat pemandian para bidadari, dan bagi siapa saja yang pernah melihat tlogo wungu ini akan mendapatkan chanting emas beserta tlundak emas.
2. Tlogo Mardhido
Tlogo ini di yakini sebagai tempat pemandian kuda-kuda Sembrani tunggangan para bidadari. Percaya atau tidak di tlogo ini pula terdapat bekas tapak kaki kuda Sembrani yang membekas di sebuah batu.
3. Pamean Gadhung
Kawasan yang di huni oleh banyak monyet, kelelawar dan ular ini mempunyai mitos bahwa ujung dari pohon gadhung sampai ke puncak gunung merapi.
Bagaiman apakah kalian tertarik berwisata ke gunung Api Purba?
Oh ya, bagi kalian para pemburu sunrice dan sunset, Tentunya Gunung Api Purba Nglanggeran pantas untuk kalian kunjungi, pasalnya Gunung Api Purba Nglanggeran juga menawarkan sunrise dan sunset untuk siapa saja yang mengunjunginya. Untuk bisa menikmati keindahan ini kalian di sarankan untuk datang pada pukul 05.00 – 06.30 WIB dan sore hari sekitar pukul 16.30 – 18.00 WIB.
Lama sudah rasanya Program penyedian Air Bersih PAMSIMAS III Tahun Anggaran 2017. Dulu saya ingat betul ketika saya sering main dan melihat-lihat pemandangan di sekitar pembangunan sarana air bersih oleh PAMSIMAS III Kabupaten Purworejo, ada sebuah tebing tinggi diatas balai desa Watu Duwur yang membuat saya penasaran dan ingin sekali rasanya menginjakkan kakiku disana.
Bagai gayung besambut ketika itu saya mengontak Pemerintah Desa Watu Duwur untuk mencarikan orang yang bisa mengantarkan pergi kesana, kebetul pihak Pemerintah Desa bersama pengurus KKM Tirta Mulya akan melaksanakan pemeliharaan jaringan pipa, dengan demikian saya berkesempatan untuk berjalan-jalan menyusuri perbukitan yang terjal dan penuh dengan halang rintang.
Perjalanan pertama kita disuguhi dengan jalan yang licin (tanah merah). Saya sendiri tak berani mengendarai kendaraan, alhamdulillah saya di bantu oleh Bang FM. Walaupun sudah dibantu tetap saja perjalanan tak semulus yang di rencanakan, saya harus jatuh masuk jurang sampai dua kali. Sampai kaki kiri saya memar.
Untuk sampai di sumber air kita harus berjalan kaki, karena jalannya sangat terjal dan berbahaya. Kenaraan di letakkan diatas dan kita harus berjalan kaki sekitar 500 M ke bawah.
Sampai di sumber mata air, kita di suguhi air yang sangat jenih, mirip air minum qua. Sangking jernihnya saya sendiri sampai meminumnya.
Pendakian sempat terhenti karena sang penunjuk arah lupa jalannya. Setelah sekian lama muter-muter akhirnya jalannya ketemu.
Sayangnya perjalan saya tidak sampai puncak gunung yang berada diatas balai desa, dikarenakan jembatan penyebrangannya hanyut, ada pohon tumbang dan waktu yang tidak memungkinkan lagi untuk melakukan pendakian. Sehingga kami terpaksa harus pulang. Kecewa jelas, namun seikit terobati karenna saya sudah mendapat beberapa pemanangan yang luar biasa seperti air terjun, goa dan yang paling penting jaringan pipa dapat di perbaiki sehingga masyarakat yang membutuhkan air bersih dapat memanfaatkannya, disitu ada kepuasan tersendiri.
Tapi, sebagai bolang yang ulung, entah suatu saat kapan, saya harus bisa menginjakan kaki saya diatas bukit tinggi diatas balai desa Watu Duwur itu.
Yang sedang berkuasa di negeri ini menyangka bahwa rakyat Indonesia adalah cacing-cacing yang terus menerus menggeliat di bawah tanah. Atau, batu-batu krakal yang bisa di injak-injak selamanya. Atau, kambing-kambing yang bisa di sembelih kapan saja.
Mereka juga menyangka rakyat Indonesia hanyalah para pengumbar sesumbar di media sosial. Para bintang film kelas menengah yang berpose di depan spotlight. Atau sejumlah sekmen yang kebetulan terlihat oleh mata kuda lembaga-lembaga survei.
Lebih dari itu, setelah melakukan riset komplet dan komperhensip dengan metodelogi paling paling advanced, para penguasa negeri ini menetapkan kesimpulan bahwa Tuhan kurang tepat mendesain bumi, dataran dan lautan. Bahkan, Tuhan gagal paham terhadap manusia. Tuhan kurang move on.
Maka, dipilihlah pucuk pimpinan dan pemerintahan Indonesia yang mantap dan kapabel memperbaiki kelemahan desain Tuhan di Indonesia. Kalau menggunakan bahasa media sosial, supaya tuhan tahu bahwa konsumsi kuliner manusia bukan hanya tambang dan korupsi. Manusia juga sangat gemar makan bumi dan lautan. Dan, mereka belajar itu dari “Guru Besar”-nya.
Mereka belajar baik ketidak tepatan proporsi, persentase, maupun berbagai fungsi lainnya. Hasilnya, terdapat sejumlah konsep yang kurang relevan, kurang proporsional dan kurang memenuhi ekuilibrium sosial ekonomi untuk hajat hidup umat manusia, utamanya bangsa Indonesia. Maka, para khalifah di tanah nusantara menetapkan sebuah keputusan besar; reklamasi.
Daratan harus di perluas karena desain hasil dari Tuhan dulu kurang futurologis. Desain itu tidak memerhitungkan eskalasi deret hitung atau ukur populasi penduduk Indonesia. Apalagi Indonesia ini berhati lapang, berjiwa besar, membuka pintu bagi tetangga-tetangganya yang kekurangan tempat hunian. Kalau perlu, para makhluk dari pelanet mars atau jupiter atau luar tata surya, silakan masuk Indonesia tanpa visa.
Mungkin Indonesia sudah lama mempelajari dengan seksama bahwa Tuhan memang kurang perfect. Maka, pilihan manajemennya adalah evolusi kreatif. Membuat makhluk kurang matang lantas di matangkan pada tahap berikutnya. Membuat manusia kurang sempurna, lantas di sempurnakan pada era berikutnya. Sampai akhirnya evolusi itu tiba pada desain Adam dan di uji coba sampai hari ini. Berkali-kali anak turun Adam ternyata juga “malapraktik”. Akibatnya Tuhan menghancurkan mereka berkali-kali dengan gempa besar, gunung meletus, banjir bandang, badai es. Dia lantas membuat regenerasi. Pada abad 21 ini mereka tampaknya sudah mendekati sempurna dengan Indonesia sebagai modelnya.
Mayoritas penduduk Indonesia memiliki panutan agung yang pernah menasehati: “carilah ilmu sampai kenegeri Cina”. As-shin di terjemahkan Cina. Nasehat itu di penuhi sepenuh-penuhnya oleh para murid. Bangsa dari negeri itulah guru besar bangsa Indonesia. Mereka takdhim luar biasa kepada beliau-beliau, hati mereka membungkuk, akal pikiran mereka patuh dan salah satu yang dilakukan dalam rangka kepatuhan itu adalah program reklamasi.
Sebagaimana lazimnya murid, apa saja yang terbaik dia miliki di persembahkan kepada guru besarnya. Tanahnya, rumahnya, harta bendanya, bahkan martabat hidupnya, kalau perlu nyawanya, masa depan, hingga anak cucunya, dia abdikan tulus ikhlas kepada guru besar. Indonesia sudah mengangkat pemimpin ideal untuk memelopori pengabdian total kepada guru besarnya. Mereka sangat beriman dan menyembah kepada guru besar itu.
Sinopsis Novel Dasamuka Karya Junaidi Setiyono ini merupakan tugas yang saya peroleh ketika mengikuti mata kuliah Pengajaran Sastra Indonesia. Mengutip dari blog Junaidi Setiyono, Novel Dasamuka merupakan Pemenang Unggulan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012.
Novel Dasamuka memadukan elemen-elemen tradisi dan cerita rakyat dengan tema modern dan penokohan yang digarap secara canggih, sehingga terjadi jalinan yang serasi antara tradisi dan modernitas pada tataran bentuk maupun tematik.
Sinopsis Novel Dasamuka
Novel ini berlatar di Yogyakarta pada masa awal penjajahan Inggris. Tokoh utama dalam novel ini bernama Willem Kappers, orang berkebangsaan Skotlandia yang mendarat di Indonesia karena sebuah misi: meneliti tentang bronjong atas saran John Casper Leyden. Ia mendarat bukan semata-mata karena itu, tapi lebih dimotivasi karena patah hati oleh keputusan Ailsa (tunangannya) yang memilih ayah Willem (Jeremias Kappers).
Di Jawa, awalnya ia tinggal bersama pamannya, Harvey Thompson. Harvey memiliki anak perempuan bernama Ailsa, yang mendedikasikan waktunya di kebun Buitenzorg (sekarang berubah nama menjadi Bogor) di bawah naungan Jenderal Raffles. Selanjutnya, atas bantuan Residen John Crawfurd, ia bisa mendapatkan tempat tinggal di kawasan keresidenan.
Kunci awal memahami budaya suatu tempat adalah dengan memahami bahasanya. Begitu juga Willem. Ia dibantu oleh Den Wahyana, tentu atas rekomendasi Crawfurd. Penelitiannya tentang bronjong telah usai. Namun, cerita tidak sampai di situ. Karena Den Wahyana, ia terlibat dengan beberapa peristiwa penting di Yogyakarta. Pertama, ia menjadi detektif gadungan untuk membuktikan bahwa Pieter (bekas serdadu Belanda) ikut dalam kelompok yang menyerang Raden Rangga karena pemberontakan yang diluncurkannya. Kedua, ia menjadi penyelamat Semi (seorang absi keraton yang merupakan sepupu Ki Sena, bibinya Dasamuka) ketika kelompok tentara Inggris hendak memperkosanya. Ketiga, ia (dengan bantuan Dasamuka) menyelamatkan Kiai Kasan (agamawan yang merupakan bapak mertua Semi) dari hukuman bronjong yang dijatuhkan oleh Raden Mas Suryanata (bangsawan Jawa) karena dianggap membantu proses pelarian Raden Rangga, padahal hanya karena merestui pernikahan Ngusman (anak Kiai Kasan) dengan Semi. Keempat, ia ikut dalam usaha melarikan “kembang” Sultan Hamengkubuwana IV (nama aslinya Sultan Jarot), Rara Ireng, yang merupakan istri sah dari Dasamuka (Danar nama aslinya). Kelima, ia menjadi salah satu saksi dari perencanaan Danar untuk membunuh Sultan Jarot karena atas kebijakan Raden Ayu Kencana (permaisuri Sultan HB II), mengejar proses pelarian itu yang dalam perjalanannya, membuat Rara Ireng meninggal. Keenam, ia menyaksikan dilantiknya seorang balita berusia 3 tahun untuk menjadi raja Jawa.
Selain peristiwa-peristiwa penting tersebut, tentu ada peristiwa lain yang menyangkut masalah pribadi tokoh utama ini. Misalnya, rasa ketertarikan Willem kepada Semi (seorang gadis Jawa yang keanggunannya mampu menghilangkan bayangan Ailsa, atau ketika ia merasa tersiksa saat Branjang (abdi dari Pangeran Diponegara II) bercerita tentang kisah pewayangan dengan tokoh utama Dasamuka. Saat itu, ia merasa tertohok sebab ia menjadi teringat hubungan Ailsa dengan ayahnya.
Di akhir cerita, Willem, Daisy dan Harvey harus kembali ke negara asalnya karena adanya larangan untuk menyewakan tanah perkebunan kepada bangsa asing. Harvey tidak tahu apa yang akan dilakukan tanpa perkebunan yang biasa disewanya, begitu juga dengan Daisy. Mengenai alasan Willem pulang ke negara asal, tentu bukan karena ingin kembali ke pelukan Ailsa. Ailsa telah meninggal setelah beberapa tahun menikah dengan Jeremias saat melahirkan anaknya. Hal yang membuat Willem pulang adalah ingin tetap bersama Daisy, orang yang ternyata menjadi tambatan akhir dari pelarian panjang yang melelahkan.
Dipandang sebagai karya sastra, Novel Dasamuka memiliki kelebihan tersendiri. Setidaknya dapat disetarakan dengan “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari. Potensinya mengangkat aneka karakter para tokoh serta khasanah flora fauna pedesaan yang menjadi pernak-perniknya, hampir dapat disamakan.
Perbedaannya adalah, kisah Ronggeng disuguhkan secara lebih runtut, sedangkan kisah Dasamuka ditampilkan dengan pola zig-zag, bagaikan gelombang pasang surut.