Saya tidak akan pernah menyebut sekolah mana dan siapa gurunya yang memviralkan kata kencleng tersebut. Yang pasti kata kencleng ini dibawa dan di viralkan oleh mahasiswa magang universitas swasta di daerah Purworejo.
Akrabnya, kata kencleng ini digunakan untuk bahan becanda (lelucon), dengan mengatakan “kamu kencleng” atau “kamu guru kencleng” dan lain sebagainya. Tapi bisa di pastikan, penggunaan kata kencleng ini bukan untuk membuli. Yang lebih lucu lagi, ternyata tak seorang pun yang tahu apa arti kencleng tersebut.
Kencleng, kencleng dan kencleng. Sampai-sampai saya penasaran dengan kata tersebut. Akhirnya sangking penasarannya saya mencari definisi dari kata kencleng tersebut.
Menurut dari beberapa sumber yang saya baca, kencleng adalah sebuah istilah bahasa sederhana dari celengan kaleng yang berbentuk lonjong, sehingga apabila dimasukkan uang logaman maka akan berbunyi kencreng.
Lalu menurut Kamus Besar Bahasa indonesia, kencleng adalah tiruan bunyi uang logam yang dijatuhkan kedalam kaleng.
Berdasarkan pengertian diatas, saya menyimpulkan bahwa kencleng adalah istilah dari tempatnya, sedangkan kencreng adalah istilah dari bunyinya.
Setelah saya mengetahui definisi dan akhirnya saya menyimpulkan kata kencleng tersebut, maka menjadi lucu sekali apabila guru atau mahasiswa magang di katakan kencleng. Jika di katakan “kamu kencleng” maka itu artinya kamu tempat menabung (bendahara, teller bank, dll). Lalu lucunya dimana? Lucunya yang jelas di penggunaan kata kencleng yang tidak tahu artinya. haha
Hari ini sungguh luar biasa. Karena hari ini ada bimbingan tentang perkawinan yang diadakan oleh Kementrian Agama Kabupaten Purworejo yang bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Banyak sekali hal yang di perbincangkan dalam bimbingan tersebut, salah satunya tentang empat pilar yang menjaga hubungan tetap kokoh antara pasangan suami-istri dan mewujudkan kehidupan perkawinan yang sakinah mawaddah wa rahmah. Di empat pilar ini yang menjadikan priksa bagi saya sendiri calon pengantin (insyaallah).
Empat pilar ini tentunya sangat berpengaruh terhadap dinamika perkawinan. Karena setelah resmi menikah, keduanya akan menjalani kehidupan yang sangat berbeda. Yang sebelumnya bertanggungjawab hanya untuk dirinya sendiri, setelah menikah mereka harus mengemban tanggungjawab dalam hidup bersama dalam satu kesatuan. Yang sebelumnya hidup bersama keluarga (orang tua), setelah menikah mereka harus mandiri. Ringkasnya, sesudah menikah, banyak hal dalam hidup yang mesti dihadapi bersama-sama. Dari sinilah mulai muncul aspek muamalah dan ibadah dalam perkawinan.
Sebagaimana perjalanan hidup manusia pada umumnya, kehidupan dalam perkawinan juga akan senantiasa mengalami perubahan dan pasang-surut. Inilah yang disebut dinamika perkawinan. Banyak hal yang akan memengaruhi dinamika perkawinan ini. Sebagian perkawinan berubah menjadi tak harmonis karena pasangan suami-istri tidak siap menjalani perannya dalam perkawinan. Atau, sebagian kehidupan rumah tangga berantakan karena pasangan suami-istri tidak siap dengan berbagai tantangan yang datang silih berganti.
Agar kehidupan rumah tangga tetap sehat, harmonis, dan mampu menghadapi beragam tantangan dan persoalan hidup, perkawinan harus ditopang oleh pilar-pilar yang kuat. Berikut ini empat pilar perkawinan yang sehat:
1. Hubungan perkawinan adalah berpasangan (zawaj).
2. Perkawinana adalah perjanjian yang kokoh (mitsaaqan ghalidha).
3. Perkawinan perlu dibangun dengan sikap dan hubungan yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf)
4. Perkawinan dikelola dengan prinsip musyawarah.
Keempat pilar inilah yang akan membantu menjaga hubungan yang kokoh antara pasangan suami-istri dan mewujudkan kehidupan perkawinan yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Sampai di sini saya sadar betul bahwa bimbingan mengenai perkawinan ini sangat penting, sebab peserta memperoleh berbagai ilmu mengenai “hubungan suami-istri” yang nantinya akan diaplikasikan kedalam kehidupan serta dengan adanya bimbingan pernikahan ini, akan mampu meminimalisir kasus perceraian yang saat ini tengah menjadi trend.
Salah satu bekal utama yang dimiliki oleh manusia yang membedakannya dari binatang adalah bahwa manusia dapat berbahasa sedangkan binatang tidak. Usaha yang telah dilakukan oleh orang-orang seperti Hayes, Kellog, Gardener dan Premack untuk mendidik simpase berbahasa tidak ada yang berhasil. Kegagalan para ahli ini bukan karena metodologi mereka keliru, bahan ajarannya kurang baik atau waktu yang tidak cukup, tetapi karena bahan bakunya memang tidak mungkin untuk diajar berbahasa.
1. Perkembangan Alat UjaranKalau ditelusuri perkembangan alat ujaran (speech organs) dari zaman purbanya akan tampak bahwa manusia memang mempunyai pertumbuhan yang paling belakang dan sempurna. Penelitian para ahli purbakala menunjukan bahwa kehidupan di dunia dimulai 3.000 juta tahun yang lalu (Wind 1989) dalam bentuk organisme yang uniseluler. Tiga ratus lima puluh juta tahun kemudian berkembanglah makhluk semacam ikan, yakni, agnatha, yang tak berahang. Makhluk ini mempunyai mulut, faring, dan insang untuk bernafas. Lima puluh juta tahun kemudian munculah makhluk pemula dari amfibi yang tidak harus selamanya tinggal di dalam air. Makhluk ini mempunyai paru-paru. Adanya paru-paru dan laring ini menunjukan telah mulainya tumbuh jalur ujaran (vokal tracks) meskipun bunyi yang keluar barulah desah pernafasan saja. Perkembangan pada amfibi seperti katak telah memunculkan tulang-tulang aritenoid dan cricoid tetapi jalur trachea-nya masih pendek. Begitu pula lidahnya telah mulai lebih mudah digerakan.
Ketergantungan pada air menjadi lebih kecil dengan tumbuhnya reptil. Ada pertumbuhan yang mencolok pada reptil, yakni, rongga rusuk dada terlibat sangat aktif untuk pernafasan. Satu hal yang masih misterius adalah bahwa reptil (misalnya buanya) kurang banyak mengeluarkan suara dari pada makhluk amfibi (misalnya katak). Pada reptil organ yang mengontrol modulasi suara adalah terutama otot dan alat-alat di laring.
Pada sekitar 70 juta tahun lalu muncullah makhluk mamalia yang pertama. Pertumbuhan biologis lainya mulai muncul. Bentuk awal dari epiglotis telah mulai tampak, meskipun letaknya masih sangat dekat dengan mulut dan di bagian atas tenggorokan. Tulang-tulang arytenoid dan cricoid mulai lebih berfungsi. Evolusi lain yang penting adalah mulai adanya tulang thyroid dan bentuk pertama dari selaput suara. Karena telah adanya paru-paru dan kemudian adapula selaput suara, maka getaran selaput ini dapat mulai dikontrol. Alat pendengaranpun mulai berkembang. Alat ujar yang sudah ada seperti ini membuat mamalia (monyet, kambing, dsb) dapat mengeluarkan bunyi.
Perkembangan biologis lainnya yang terkait adalah adanya perubahan perkembangan otot-otot pada muka, tumbuhnya gigi dan makin naiknya letak laring yang memungkinkan makhluk untuk bernafas sambil makan dan minum.
Perkembangan terakhir adalah pada primat manusia. Alat-alat penyuara seperti paru-paru, laring, varing, dan mulut pada dasarnya sama dengan yang ada pada mamalia lainnya, hanya saja pada manusia alat-alat ini telah lebih berkembang. Laring pada manusia, misalnya, agak lebih besar dari pada laring pada primat lain. struktur mulut maupun macam lidahnya juga berbeda. Akan tetapi, perbedaan lain yang lebih penting antara manusia dengan binatang adalah struktur dan oraganisasi otaknya. Seperti dikatakan Wind (1986: 192)
…the fact that the apes leaves their vocal tract idle cannot be xplained by the track’s inadequacy but rather by a lack of internal, cerebral, wiring.
Pertumbuhan alat ujaran di atas digambarkan oleh Wind pada bagan berikut:
2. Struktur Mulut Manusia Vs Binatang
Skema Evolusi Manusia
Dari perkembanagan makhluk seperti tergambar dalam diagram pohon di atas (Lenneberg 1964: 70) tampak bahwa primat yang paling dekat dengan manusia adalah sebangsa gorila dan simpanse. Kemiripan ini kita rasakan kalau kita pergi ke kebun binatang dan memperhatikan perilaku binatang-binatang itu (cara mereka makan kacang, cara mereka mengupas pisang, cara mereka mereka mencari kutu, dan beberapa perilaku yang lain).
Kelompok manusia, yang dinamakan hominids atau hominidae, itu sendiri juga ber-evolusi. Konon yang tertua (australopithecus ramidus) di temukan di Afrika dan hidup pada 4.5 juta tahun yang lalu. Sementara itu muncul kelompok manusia (homo) pada 3 juta tahun yang lalu yang baru menjadi manusia modern (homo sapiens) sekitar 175.000 tahun yang lalu. Pertumbuhan bahasa di perkirakan sekitar 100.000 tahun yang lalu (Aitchison 1996: 52-53). Perhatikan pertumbuhan hominids berikut.
Meskipun ada kemiripan tertentu antara manusia dengan simpanse, tetap saja kedua makhluk ini berbeda dan yang membedakan keduanya adalah kemampuan mereka berkomunikasi dengan bahasa. Perbedaan kemampuan ini sifatnya genetik, artinya, manusia dapat berbahasa sedangkan primat lain tidak karena komposisi genetik antara kedua kelompok primat ini berbeda. Hal ini sangat tampak pada struktur biologis alat suaranya. Perhatikan struktur mulut non-manusia berikut ini
Pada primat non-manusia simpanse lidah mempunyai ukuran yang tipis dan panjang tetapi semuanya ada dalam rongga mulut. Bentuk yang seperti ini lebih cocok sebagai alat untuk kebutuhan yang non-vokal seperti meraba, menjilat, dan menelan mangsa. Secara komperatif, ratio lidah dengan ukuran mulut juga sempit sehingga tidak banyak ruang untuk menggerakan lidah keatas, kebah, kedapan, dan kebelakang. Ruang gerak yang sangat terbatas ini tidak memungkinkan binatang untuk memodifikasi arus udara menjadi bunyi yang berbeda-beda dan distingtif.
Berbeda dengan manusia, laring pada binatang seperti simpanse terletak dekat dengan jalur udara kehidung sehingga waktu bernafas laring tadi terdorong ke atas dan menutup lubang ke udara yang kehidung. Epiglotis dan velum pada binatang juga membentu klep yang kedap air sehingga binatang dapat bernafas dan minum serta makan secara simultan.
Kalau kita perhatikan bentuk dan letak gigi pada primat non-manusia akan kita dapati bahwa gigi binatang merupakan deretan yang terputus-putus, ukuran panjangnya tidak sama dan letaknya miring ke depan (Aitchison 1998:48-49). Letak seperti ini tidak memungkinkan untuk gigi atas dan gigi bawah bertemu. Bentuk, letak dan pengaturan seperti ini memang di canangkan untuk kebutuhan primer primat itu, yakni, mencari makan. Bibir pada binatang juga tidak fleksibel sehingga tidak bisa diatur untuk dipertemukan atau dilencengkan untuk menghasilkan bunyi atau suara yang berbeda.
Karakteristik seperti yang digambarkan di atas berbeda dengan karakteristik pada manusia. Perhatikan diagram mulut pada manusia berikut.
Secara proporsional rongga mulut manusia adalah kecil. Ukuran ini membuat manusia dapat lebih mudah mengaturnya. Lidah manusia yang secara proporsional lebih tebal dari pada lidah binatang dan menjorok sedikit ke tenggorokan memungkinkan untuk digerakan secara fleksibel sehingga bisa dinaikan, diturunkan, dimajukan, dimundurkan, atau diratakan ditengah. Posisi yang bermacam-macam ini menghasilkan bunyi vokal yang bermacam-macam pula, dari yang paling depan tinggi /i/ sampai yang ke paling belakang tinggi /u/, dan dari yang paling rendah depan /ae/ ke yang paling rendah belakang /a/. Belum lagi kontak antara lidah dengan titik artikulasi tertentu akan menghasilkan pula bunyi konsonan yang berbeda-beda, dari yang paling depan /p/ – /b/ sampai ke yang paling belakang /k/ – /g/.
Karena adanya perluasan rongga otak dalam pertumbuhan manusia maka letak laring maupun epiglotis manusia semacam “terdorong” kebawah sehingga letaknya jauh dari mutut (Ciani, dan Ciarelli 1992: 51-65) bila dibandingkan dengan yang ada pada binatang.
Disatu pihak, letak seperti ini memang memunculkan bahaya karena makanan yang masuk akan dengan mudah kesasar kelaring yang menuju ke paru-paru sehingga orang lalu bisa tersedak (choked). Akan tetapi, dari segi pembuatan suara posisi laring yang seperti ini sangat menguntungkan. Ruang yang lebih lebar dan lebih panjang pada tenggorokan dapat memberikan resonansi yang lebih baik dan lebih banyak.
Epiglotis yang letaknya jauh dari mulut dan velum membuat manusia dapat menghembuskan udara melewati mulut maupun hidung. Velum dapat digerakkan secara terpisah untuk menempel pada dinding tenggorokan sehingga udara akan tercegah keluar melalui hidung dan terciptalah bunyi oral. Sebaliknya, bila bunyi yang kita kehendaki adalah bunyi nasal, velum ini tidak akan bersentuhan dengan dinding tenggorokan sehingga udara dengan bebas dapat keluar melalui hidung.
Gigi manusia yang jaraknya rapat, tingginya rata, dan tidak miring kedepan membuat udara yang keluar dari mulut lebih dapat diatur. Begitu pula bibir manusia lebih dapat digerakan dengan fleksibel. Bibir atas yang bertemu dengan bibir bawah akan menghasilkan bunyi tertentu, /m/, /p/, /b/, tetapi bila bibir bawah agak ditarik kebelakang dan menempel pada ujung gigi atas akan terciptalah bunyi lain, /f/ dan /v/.
Disamping struktur mulut, paru-paru manusia juga dengan mudah menyesuaikan diri dengan kebutuhan. Pernafasan kita waktu berbicara, waktu diam, dan waktu menyanyi tidaklah sama. Pada waktu bicara, kita menarik nafas yang panjang sehingga paru-paru menjadi besar. Udara ini tidak kita hembuskan keluar sekaligus, tetapi secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Karena itu, kita dapat berbicara berjam-jam, tapi kita tidak bisa berada dalam air lebih lama dari pada lima menit.
3. Kaitan Biologi Dengan Bahasa
Disamping struktur mulut manusia yang secara biologis berbeda dengan struktur mulut binatang, bahasa juga terkait dengan biologi dari segi yang lain. hal ini terutama tampak pada proses pemerolehan bahasa.
Dimanapun juga di dunia ini, anak memperoleh bahasa dengan melalui proses yang sama. Antara umur 6-8 minggu, anak mulai mendekut (cooing), yakni, mereka mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi ini belum dapat di identifikasi sebagai bunyi apa, tapi sudah merupakan bunyi. Pada sekitar umur 6 bulan mulailah anak dengan celoteh (babling), yakni, mengeluarkan bunyi yang berupa sukukata. Pada umur sekitar 1 tahun anak mulai mengeluarkan bunyi yang dapat di identifikasi sebagai kata. Untuk bahasa yang kebanyakan monomorfemik (bersukukata satu) maka suku itu, atau sebagian dari suku, mulai di ujarkan. Untuk bahasa yang kebanyakan polimorfemik, maka suku akhirlah yang di ucapkan. Itupun belum tentu lengkap. Untuk kata ikan, misalnya, anak akan mengatakan /tan/ (lihat Dardjowidjojo 2000). Kemudian anak akan mulai berujar dengan ujaran satu kata (one word utterence), lalu menjelang umur 2 tahun mulailah dengan ujaran dua kata (two word utterence). Akhirnya, sekitar umur 4-5 tahun anak akan telah dapat berkomunikasi dengan lancar.
Manusia dapat menguasai bahasa secara natif hanya kalau prosesnya dilakukan antara umur tertentu, yakni, antara umur 2-12 tahun. Di atas umur 12 tahun orang tidak akan dapat menguasai aksen bahasa tersebut dengan sempurna.
Dengan fakta-fakta seperti dipaparkan diatas maka pandangan masa kini mengenai bahasa menyatakan bahwa bahasa adalah fenomena biologis, khususnya fenomena biologi perkembangan. Arah dan jadwal munculnya suatu elemen dalam bahasa adalah masalah genetik. Orang tidak dapat memepercepat atau memperlambat munculnya suatu elmen bahasa.
Faktor lingkungan memang penting, tetapi faktor itu hanya memicu apa yang sudah ada pada biologi manusia. Echa, subjek penelitian Dardjowidjojo (2000), beberapa kali dipancing untuk mengeluarkan bunyi /j/ dan /r/ dalam bahasa indonesia, tetapi tetap saja tidak dapat mengeluarkan kedua bunyi itu sampai keadaan biologisnya memungkinkannya.
Bagaimana Cara Mengatasi Grogi – Saat Anda memiliki rencana kencan, ada pertemuan penting atau harus melakukan presentasi yang di depan kelas, Anda tidak bisa benar-benar tenang. Tangan dan kaki gelisah tak berhenti bergerak. Telapak tangan lembab karena keringat, Perasaan menjadi tidak enak. Ini artinya Anda sedang dilanda grogi.
Bagaimana cara mengatasi grogi di depan umum? Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa grogi yang semakin menjadi-jadi?
Berikut ini adalah beberapa tips cara menghilangkan rasa grogi yang bisa langsung dipraktekkan.
1. Melakukan Persiapan Jelas melakukan persiapan itu penting. Bila Anda akan melakukan presentasi, pelajari catatan dan apa yang akan dikatakan sebelum naik ke panggung. Jika Anda akan mengadakan kencan, coba pikirkan beberapa topik menarik untuk membuat percakapan menjadi akrab dan hangat.
2. Tanyakan: Apa Kemungkinan Buruk Yang Bisa Terjadi? Hal buruk apa yang bisa terjadi? Bagaimana hal ini akan berpengaruh dalam jangka panjang? Kemungkinan terburuk kadang tidak seburuk yang dibayangkan. Ajukan pertanyaan sederhana dan letakkan segala sesuatu pada perspektif yang benar sehingga membuat perasaan tenang.
3. Pernafasan Perut Pernapasan perut adalah cara mengatasi grogi di depan umum yang paling nyaman. Hanya mengambil nafas dan mengeluarkannya selama kurang lebih 5 menit bisa mengubah perasaan Anda dengan cepat. Caranya adalah dengan meletakkan tangan di atas perut kemudian bernafas dalam-dalam melalui hidung. Jika Anda melakukannya dengan benar, akan terasa di tangan Anda. Tarik nafas dan keluarkan sebanyak 30 kali dengan lambat dan dalam.
4. Visualisasikan Dengan Cara Yang Positif Sebagian besar waktu dihabiskan dengan membayangkan hal buruk yang mungkin saja terjadi. Hal ini tentu bukan cara menghilangkan rasa grogi yang benar, justru membuat kegelisahan dan ketakutan. Jika Anda berpikir akan gagal, maka Anda akan membuat diri sendiri sulit untuk berhasil.
5. Berlatih, Berlatih, Berlatih Semakin sering Anda berlatih dan menempatkan diri pada situasi yang menegangkan, Anda semakin menjadi percaya diri. Anda sudah pernah berada pada situasi tersebut, Anda cukup tahu apa yang akan terjadi.
Salah satu sumber yang membuat seseorang menjadi grogi adalah terlalu fokus pada apa yang akan dipikirkan orang tentang dirinya, takut dikritik dan takut berbuat tidak sesuai harapan orang lain.
6. Fokus Pada Apa Yang Terjadi Saat Ini Hal ini berkaitan dengan pernapasan perut, Saat mengambil nafas, rasakan apa yang terjadi sekarang, hanya saat itu juga, proyeksikan diri Anda pada apa yang akan terjadi saat ini. Grogi berasal dari proyeksi negatif tentang apa yang akan terjadi nanti.
Ketika Anda berhasil mengatasi grogi, akan terasa seperti telah dilahirkan kembali sebagai manusia. Saat mengingat kembali cara menghilangkan rasa grogi tadi dan berhasil melaluinya, Anda akan merasa bangga pada diri sendiri juga bahagia karena telah berhasil melakukan hal besar.
Untuk menjadi pembicara yang baik, seseorang pembicara selain harus memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu, pembicara harus berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk keefektifan berbicara, faktor-faktor tersebut, yaitu: 1. Faktor-faktor kebahasaan
a. Ketepatan ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama. Masing-masing orang mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang kita pakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan dan sasaran.
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik atau setidaknya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat jika menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi, atau pemakaiannya (pembicara) dianggap aneh.
Kesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri bagi pembicara. Bahkan, kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penepatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaian datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara tentu kurang.
b. Pilihan kata (diksi)
Pilihan kata hendanya tepat, jelas dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar dan menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata yang popular akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk, dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Pilihan kata harus kita sesuaikan dengan siapa kita berbicara (pendengar).
Pendengar akan lebih menarik dan senang mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya, dalam arti yang betul-betul yang menjadi miliknya, baik sebagai perorangan maupun sebagai pembicara.
c. Ketepan sasran pembicara
Pembicaraan yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penutur kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seseorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat.
2. Faktor-faktor nonkebahasaan
Yang termasuk faktor non kebahasaan adalah:
a. Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku
Pembicara yang tidak tenang, lesu dan kaku tentulah akan memeberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukan otoritas dan integritas dirinya. Tentu saja sikap ini sangat ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi.
b. Pandangn harus diarahkan kepada lawan bicara
Supaya pendengar dan pembicara betul-betul terlibat dalam kegiatan berbicara, pandangan pembicara sangat membantu. Banyak pembicara yang kita saksikan berbicara tidak memperhatikan pendengar, tetapi melihat keatas, kesamping, atau merunduk. Akibatnya perhatian pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan diperhatikan.
c. Kesedian menghargai pendapat orang lain
Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata mememang keliru.
d. Gerak-gerik dan mimik yang tepat
Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal yang pending selain mendapat tekanan biasanya dibantu dengan gerak tangan atau mimik. Akan tetapi, gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektifan berbicara.
e. Penyaringan suara juga sangat menentukan
Tingkat penyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, atau akustik. Kenyaringan suara harus diatur supaya suara dapat di dengar pendengar dengan jelas.
f. Kelancaran
Seseorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita dengar pembicara berbicara terputus-putus. Bahkan, antara bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa.
g. Relevansi/penalaran
Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini dapat berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
h. Penguasaan topik
Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.
Salah satu faktor yang menjadi bahan pertimbangan di panggil atau tidaknya seorang pencari kerja oleh perusahaan adalah surat lamaran kerja. Surat lamaran kerja yang baik bisa mewakili si pelamar sehingga perekrut (perusahaan) tertarik untuk mengetahui lebih jauh kompetensi yang di miliki pelamar.
untuk bisa membuat surat lamaran kerja yang baik, setidaknya kita harus mengetahui struktur atau bagian-bagian surat lamaran kerja. Dengan mengetahuinya kita bisa membuat kalimat-kalimat dalam surat lamaran kerja yang saling terkait.
Isi surat menjadi runtut dan berkesinambungan sehingga enak dibaca. orang lain yang membaca pun tidak merasa bosan membaca karena isi surat mengalir lugas dan jelas.
Surat lamaran kerja termasuk jenis surat yang resm. surat resmi terdiri atas beberapa bagian surat yang saling terkait dan setiap bagian memiliki fungsi tersendiri. secara umum surat terbagi atas tiga bagian pokok, yaitu pembukaan, isi dan penutup. Sebagai bagian dari surat resmi, surat lamaran kerja juga memiliki bagian yang terdiri atas beberapa bagian. Adapun struktur surat lamaran kerja sebagi berikut.
Kota dan tanggal surat Setiap surat lamaran kerja yang di kirimkan hendaknya selalu mencantumkan nama kota dan tanggal surat. Nama kota menunjukan tempat atau lokasi surat itu di buat, sedangkan tanggal surat menunjukan waktu surat itu di buat. Dengan sekilas melihat bagian ini, perekrut akan mengetahui dari mana dan kapan surat tersebut dibuat.
Perihal dan lamaran Perihal menunjukan maksud, tujuan atau keinginan dari si pembuat surat, dalam hal ini pelamar kerja. Untuk surat lamaran kerja, bagian perihal biasa ditulis ‘Lamaran Pekerjaan’. Lampiran surat adalah dokumen-dokumen lain yang ikut di sertakan untuk melengkapi surat lamara kerja tersebut. Bagian perihal dalam surat lamaran kerja biasa ditulis ‘1 (satu)’ atau ‘1(satu) bundel’. Jenis dokumen yang biasa di sertakan untuk melengkapi surat lamaran kerja, antara lain:
Curruculum viate (CV) / Daftar riwayat hidup atau resume
Salinan ijazah
Salinan pengalaman kerja (bagi yang memiliki)
Salinan sertifikat (bagi yang memiliki)
Surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dari kepolisian
Surat keterangan sehat dari dokter
Pasfoto elamar
Fotokopi identitas (KTP, KK, Akta lahir)
Surat-surat lain yang dapat menambah nilai lebih bagi si pelamar.
Alamat surat Bagian surat berisi nama dan alamat lengkap perusahaan atau instansi yang dituju. Fungsinya sebagai petunjuk langsung bagi si penerima surat. Selain itu, akan memudahkan petugas arsip dalam menyimpan surat tersebut.
Salam pembuka Ada yang menyebut sebagai kalimat pembuka atau pendahuluan. Namun, intinya sama saja. Salam pembuka atau pendahuluan (introduction greeting) merupakan bentuk penghormatan di awal surat dari pelamar kepada yang dituju (penerima). Bisa dikatakan salam pembuka merupakan sapaan dari pelamar kepada penerima surat. Ada banyak kalimat yang bisa digunakan sebagi salam pembuka yang lazim digunakan antara lain “Dengan hormat” dan lain sebaginya.
Pembukaan surat Pembuka surat ini berada pada paragraf pertama. Paragraf ini berperan untuk menuntun jalan pemikiran pembaca surat tersebut kepada pokok yang hendaknya dibicarakan.
Isi surat Isi surat lamaran kerja terletak pada paragraf kedua. Pada bagian inilah kita harus mengutarakan pokok/inti permasalahan surat lamaran pekerjaan. Isi surat sebaiknya ditulis secara singkat, padat, dan tepat sasaran. Kalimat yang digunakan harus efektif dan komunikatif. Gunakan bahasa yang jelas, sopan, dan simpatik dengan tidak meninggalkan kaidah penulisan yang baik dan benar, baik dari segi ejaan maupun ketatabahasaan hindari penggunaan istilah-istilah yang menyulitkan bagi perekrut memahami isi surat lamaran kerja kita.
Hal-hal yang termasuk dalam isi surat antara lain permohonan untuk bekerja, data pelamar, dan posisi yang di inginkan (yang di lamar). Pada beberapa jenis iklan lowongan pekerjaan ada perusahaan yang mengharusnya pelamar mencantumkan besaran gaji yang di kehendaki. Apabila di minta, cantumkan besarnya gaji yang kita minta sewajarnya. Artinya, berikan batasan sesuai keahlian dan pengalaman kerja yang kita miliki dengan memepertimbangkan kemampuan perusahaan. Untuk keperluan ini, kita bisa mencari informasi tentang gaji pada tempat-tempat lain dengan posisi jabatan yang sama.
Penutup Sesui namanya bagian ini terletak pada paragraf terakhir. Bagian ini sebagai penutup dari seluruh isi surat yang sudah di uraikan diatasnya. Mungkin banyak diantara kita yang menganggap bahwa bagian penutup hanya sekedar basa-basi. Pandangan tersebut sungguh keliru. Bagian penutup cukup penting karena bagian ini dianggap sebagai kunci dari surat lamaran kerja. Paragraf penutup memuat suatu harapan kita sebagai pelamar dan ucapan terimakasih kepada perusahaan yang dituju.
Salam penutup Merupakan salam terakhir setelah isi surat dan penutup surat di sampaikan. Bentuk salam penutup sangat simpel seperti halnya salam pembuka. Dalam penulisannya sebaiknya diakhiri dengan tanda koma. Kalimat yang lazim digunakan yaitu “Hormat saya”.
Tanda tangan dan nama terang Bagian inilah yang menjadi bentuk pertanggungjawaban kita sebagai pengirim surat lamaran kerja. Oleh karena itu, tulislah nama diri secara lengkap dan jelas. Jangan lupa untuk membubuhkan tanda tangan.
Secara harfiah, kata apresiatif (nomina: apresiasi) berarti bersifat menghargai nilai sesuatu, termasuk hasil budaya. Jadi, dalam konteks pemelajaran bahasa indonesia yang apresiatif, kata apresiatif mengacu pada pengertian bahwa pemelajaran bahasa indonesia harus juga diarahkan pada pembinaan sikap siswa untuk menghargai, menghormati, atau menjunjung tinggi akan kehormatan bangsa Indonesia, sebagai salah satu identitas nasional Indonesia. Kiranya hal-hal ini sangat penting, sebab hingga kini masih banyak orang Indonesia yang meremehkan eksistensi bahasa Indonesia. Mereka masih lebih menghargai bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Selain itu, salah satu tujuan pemelajaran bahasa Indonesia adalah membina rasa bangga terhadap pemilikan bahasa Indonesia. Bila ada kesadaran dan kebanggaan terhadap pemilikan bahasa Indonesia, maka mutu pemelajaran bahasa Indonesia akan menjadi baik.
Bagaimanapun rumusan mengenai pemelajaran bahasa Indonesia dalam kurikullum yang pernah ada dan yang berlaku sekarang yang lazim disebut kurikulum 2013, maka tujuan utama pemelajaran bahasa Indonesia “siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, lisan dan tertulis, sesuai dengan jenjang pendidikan yang diikuti”. Namun, tujuan utama ini dari tahun ke tahun, dari kurikulum yang satu berganti kurikulum yang lain, tetap saja belum menuai hasil yang diharapkan. Mengapa? Kambing hitam yang biasa disalahkan guru, kurikulum dan bahan pelajaran.
Faktor guru, yang dikatakan tidak mampu mengajar atau bermutu rendah, telah “diobati” dengan berbagai penataran dan pelatihan. Malah untuk keperluan penataran dan pelatihan guru ini, pemerintah telah membentuk lembaga atau instansi permanen yang disebut P3GB (Pusat Pengembangan dan Pelatihan Guru Bahasa). Kambing hitam kedua, kurikulum, yang sering disalahkan sudah tidak sesuai dengan perkembangan dunia modern, telah sering pula dibongkar pasang, dan dengan bantuan pakar asing. Tukang bongkar pasang kurikulum, yang disebut Pusat Kurikulum telah dibentuk secara permanen. Memang secara berkala kurikulum itu harus direvisi atau diperbaharui mengingat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tidak berjalan ditempat. Kambing hitam ketiga adalah bahan atau materi pelajaran yang dikatakan selalu sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini diatasi dengan pergantian buku, dalam bentuk paket yang selalu diperbaharui, serta melalui seleksi penilaian yang ketat.
Meskipun ketiga kambing hitam itu telah diatasi, tetapi hingga kini banyak orang masih berpendapat bahwa pemelajaran bahasa Indonesia di sekolah belum memberikan hasil yang diharapkan, yaitu dapat membuat siswa menggunakan bahasa dengan baik dan benar, secara lisan maupun tulis. Pada hemat kami, masih ada dua faktor yang menyebabkan kekurangberhasilan pemelajaran bahasa Indonesia itu. Kedua faktor itu adalah faktor kebijaksanaan dan faktor psikologis.
Faktor kebijan mengyangkut adanya aturan bahwa nilai mata pelajaran bahasa Indonesia di raport tidak boleh kurang dari enam. Kebijakan atau aturan ini sebenarnya bermaksud baik, yaitu untuk mengangkat martabat mata pelajaran bahasa Indonesia itu. Aturan itu dimaksudkan agar siswa mempelajari pelajaran bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh, dan guru pun dituntut untuk mengajar dengan sebaik-baiknya. Namun apa yang terjadi? Yang terjadi adalah kebalikannya, muri menjadi tidak memperlajari pelajaran bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh, sebab mereka tahu, kalau nilai pelajaran bahasa Indonesia kurang dari enam, pasti nanti akan dikatrol menjadi enam atau lebih. Sebaliknya kalau mata pelajaran lain, misal fisika atau matematika, kalau dapat empat atau lima tidak akan dikatrol menjadi enam atau lebih. Karena itu, mereka akan bersungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran fisika dan matematika ini. Guru pun, agar tidak menjadi masalah dalam rapat kenaikan kelas, sudah mengantisipasi dengan memberikan nilai enam atau lebih, meskipun nilai sebenarnya jauh dibawah enam.
Faktor psikologis berkenaan dengan adanya pandangan dalam masyarakat luas bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa milik sendiri, yang sudah dipelajari sejak bayi atau sejak di bangku sekolah dasar. Karena itulah, kita lihat banyak guru yang tidak berlatar belakang pendidikan bahasa Indonesia menjadi guru bahasa Indonesia. Beberapa waktu yang lalu ketika mata pelajaran bahasa Jerman dan bahasa Perancis dihapus atau dijadikan mata pelajaran elektif dari kurikulum SMA, banyak guru mata pelajaran tersebut, yang setelah diberi kursus sebentar, kemudian direkrut menjadi guru bahasa Indonesia.
Pandangan masyarakat yang meremehkan bahasa Indonesia dan mata pelajaran bahasa juga merambat kesikap dan pemikiran siswa. Hal ini harus diatasi. Mungkin dengan cara pemelajaran bahasa Indonesia yang apresiatif. Kalau ini bisa dilakukan, maka diharapkan dua tujuan utama pemelajaran bahasa Indonesia yaitu, (a) siswa merasa cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia, dan (b) siswa dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat dicapai.